Hujan dan gerimis sepanjang jalan.


Selagi menemani para tukang di Gang Bambu memperbaiki rumah yang sudah bocor, Ompu Tonggi mendapat pesan bahwa anaknya sedang dalam perjalanan dari Medan ke Tg. Morawa. Rumah yang biasanya disewakan itu, memang sudah banyak kerusakan. Jendela sudah hampir copot, sehingga harus diikat dengan tali. Karena itu dengan susah payah Ompu Tonggi meminta tukang memperbaiki rumah itu. Lumayan, sewanya masih bisa menambah pensiun Ompu Tonggi.

Tapi karena anaknya sudah diperjalanan, Ompu Tonggi memutuskan untuk kembali ke rumah. Ia merasa lebih nyaman berada di rumah ketika anaknya datang. Anak tertuanya Togar menawarkan untuk ke kampung Silaban esok harinya, karena ada kendaraan yang dipinjami.  Maka sepakatlah besoknya Jumat, 4 Nopember 2011, Ompu Tonggi ditemani dua anaknya berangkat ke Silaban dari Tg. Morawa.  Semula direncanakan berangkat jam 7 pagi dari Tg. Morawa, supaya ketika sampai di Silaban masih agak siang, dan hari masih cerah. Cuaca bulan Nopember di Silaban sering hujan dan tidak bisa diprediksi. Biasanya menjelang sore hujan mulai turun. Karena itulah direncanakan untuk berangkat pagi-pagi dari Tg. Morawa.

Pagi-pagi sekali, Ompu Tonggi sudah siap, tapi ternyata mobil yang dijanjikan sudah ada di rumah sebelum jam 7 pagi, baru datang jam 9. Terlambat 2 jam. Tapi karena namanya minjam, meski terlambat, ya tidak etis kalau komplain. Begitu mobil tiba, rombongan Ompu Tonggi segera meluncur meninggalkan Tg. Morawa menuju Silaban.

Perjalanan dari Tg. Morawa sampai Perbaungan relatif lancar. Baru kemudian di sekitar Pasar Bengkel, Sei Rampah, sempat tersendat karena ada persimpangan rel kereta api, serta keramaian pusat souvenir Pasar Bengkel. Rombongan Ompu Tonggi berhenti sebentar di Pasar Bengkel untuk membeli oleh-oleh yang akan dibawa ke Kampung Silaban. Selanjutnya perjalanan menuju Tebing Tinggi dan kemudian Pematang Siantar.

Setelah menikmati makan siang di Siantar, perjalanan dilanjutkan. Sambil ngobrol ini itu di sepanjang jalan, dari Siantar ke Parapat lancar, nyaris tidak ada hambatan. Melewati Kecamatan Tiga Balata, hujan mulai turun, meski tidak terlalu deras, tapi hujan memperlambat kecepatan kendaraan.  Ada keinginan untuk istirahat sebentar menikmati keindahan Danau Toba, tapi mengingat perjalanan masih cukup jauh rombongan Ompu Tonggi tidak berhenti di Parapat.

Sesampai di Balige, keramaian Onan Balige di hari Jumat itu masih terasa, kendaraan cukup ramai disekitar Pasar Balige.  Kami pun meneruskan perjalanan ke arah Siborong-borong. Gerimis terus menemani sepanjang perjalanan, di Siborong-borong kami berbelok ke kanan menuju arah Dolok Sanggul. Memasuki kawasan ini, jalanan semakin lengang, meski jalan bagus, tidak banyak kendaraan yang dijumpai di jalan. Akhirnya sekitar jam 15.30 kami memasuki Kampung Silaban setelah melewati Simpang Pargaulan, Lintong Ni Huta.   Di “Sirpang Tao Silaban”, kami berbelok ke kanan, masuk jalan dusun. Tak lama kemudian terlihatlah keindahan Tao Lobutala, yang sering juga disebut Tao Silaban.

Tao Silaban, permukaan airnya sudah menurun. Padahal bulan November ini, termasuk musim hujan. Masih banyak ikan di tao ini, sehingga menarik minat orang untuk memancing.

Segelas kopi hangat setibanya di huta Lumban Silintong, Silaban menyegarkan tubuh yang sudah agak lelah setelah perjalanan sekitar 7 jam dari Tg. Morawa.

Ompu Tonggi menyiapkan sirih dan gambir untuk “mardebban“; makan sirih dan pinang. Mardebban menjadi “kebutuhan” tambahan bagi Ompu Tonggi.

Ompung ni si Nova br. Lumban Toruan, Mama ni si Nova, dan Nova di latar belakang. Tiga generasi wanita perkasa. Penganan yang dibeli di pasar Bengkel, menemani obrolan sore hari di huta Lumban Silintong.

Mangaloppa, ala ni godang ni timus gabe kabur foto i

Pagi-pagi, hujan masih terus turun. Tapi hujan tidak dijadikan alasan untuk mengurangi aktivitas. Mangaloppa sambil marsisulu, menghangatkan badan di dekat tungku,  di pagi hari seolah menjadi kebutuhan untuk melawan dinginnya cuaca pagi.

Ompu Tiur br. Silaban bersama paramannya Bp. Daniel. Sisa-sisa kecantikan Ompu Tiur masih membekas di usianya yang hampir 80 tahun. Ini satu lagi wanita perkasa, dalam usia yang relatif muda ditinggal suami dan harus mendidik 8 orang anak. Hebat Namboru!.

“Nunga sama-sama matua be hita namboru!, “.

Dataran Silaban di latar belakang, dilihat dari tepi jalan di Dolok Margu. Hujan dan gerimis sejak malam, membuat dingin terasa menggigit.

Diiringi hujan gerimis pagi itu, Ompu Tonggi meninggalkan Kampung Silaban menuju Tg. Morawa. Tentu saja sebelumnya sarapan pagi yang disiapkan Nova. Pagi-pagi Nova sudah bangun, dan melakukan pekerjaan “multi tasking”, sambil menyiapkan sarapan bagi kami, ia juga menyiapkan sarapan bagi ternak peliharaan.

Pagi itu dari Silaban, jalanan tidak ramai, hanya satu dua kendaraan yang berlalu-lalang.   Baru setelah mencapai Siborong-borong, kendaraan semakin banyak di jalanan. Di Pasar Balige, kami mampir di “Lapo Tondongta“, milik Lae Sitohang/br. Tampubolon. Kami berhenti di lapo ini bukan mau makan, tapi mau bersilaturahmi dengan hela/boru dari Ompu Tiur br. Silaban, yaitu ibebere, keponakannya Ompu Tonggi.

Mangan ma jolo natulang da“, Nai Masta br. Tampubolon menawari Ompu Tonggi untuk menikmati hidangan di Lapo Tondongta.

Na lao borhat on dope hami mangan!”, jawab Ompu Tonggi.

Perjalanan berlanjut dari Balige. Hujan terus mengucur membasahi jalan pagi itu. Sampai di Perbaungan dan Lubuk Pakam, gerimis terus mengawal perjalanan kami. (TAS)

Leave a comment

Filed under Umum

Leave a comment